Amsal 6:20-23 - Hai anakku, peliharalah perintah ayahmu, dan janganlah menyia-nyiakan ajaran ibumu. Tambatkanlah senantiasa semuanya itu pada hatimu, kalungkanlah pada lehermu. Jikalau engkau berjalan, engkau akan dipimpinnya, jikalau engkau berbaring, engkau akan dijaganya, jikalau engkau bangun, engkau akan disapanya. Karena perintah itu pelita, dan ajaran itu cahaya, dan teguran yang mendidik itu jalan kehidupan.
Ibu selalu menyediakan kebutuhan kami anak-anaknya, walaupun ia sudah menjanda. Kasihnya begitu besar dan tulus, tetapi saya sering mengecewakan beliau. Kadang Ibu marah dan kesal karena saya sering menolak untuk membantunya meyelesaikan pekerjaan di rumah.
Di usianya yang sudah tua, Ibu menderita darah tinggi sebagaimana kebanyakan orang tua pada umumnya. Sikap Ibu sehari-hari menunjukkan bahwa Ibu menganggap penyakitnya adalah penyakit biasa, karena beliau tidak mengeluh apapun selain kepala yang sering pusing. Menjelang hari pernikahan saya pada tanggal 3 Juni 2001, tepatnya 2 minggu sebelum acara itu tiba, Ibu mengalami pendarahan kecil di otak sebelah kanan. Dokter mengharuskan Ibu untuk opname, tetapi Ibu menolak. Saya tahu apa yang dipikirkannya, Ibu menolak karena tidak mau merepotkan kami anak-anaknya apalagi hari pernikahan saya semakin dekat, Ibu pasti memikirkan biaya rumah sakit yang begitu besar. Semua anak-anaknya berusaha membujuk agar Ibu bersedia diopname tetapi Ibu tetap menolak, Ibu bertahan sampai saya menikah. Secara fisik Ibu memang kelihatan baik-baik saja, ternyata Ibu menyembunyikan semua rasa sakitnya agar kami tidak kuatir. Yang menjadi keluhan beliau hanyalah sekitar mata kanannya yang hampir tidak bisa melihat. Dalam kondisi yang demikian pun Ibu masih membantu merawat bayi saya, ketika saya dan suami bekerja.
Sungguh diluar dugaan saya bahwa pada tanggal 2 Mei 2002, Ibu pulang kerumah Bapa. Hari itu Ibu merasa pusing ketika sedang mengikuti ibadah di persekutuan doa kemudian jatuh pingsan. Kami membawanya ke Rumah Sakit Gatot Subroto dan dokter memakaikan berbagai-bagai alat di tubuhnya, tetapi semua itu hanya bertahan sebentar. Dua hari kemudian Ibu pergi menghadap Bapa tanpa meninggalkan pesan-pesan terakhir. Dokter yang menanganinya mengatakan bahwa Ibu terserang stroke yang langsung menyerang bagian otak sehingga tidak dapat tertolong lagi. Setelah ditinggal Ibu, saya baru menyadari betapa berartinya kehadiran seorang Ibu. Rumah menjadi sepi tanpa kehadirannya dan saya merasa sangat kehilangan Ibu. Disaat itu saya menyadari betapa berartinya Ibu, dan secara pribadi saya menyesal kenapa dulu tidak merawat dan berusaha untuk menyenangkannya. Penyesalan memenuhi hati dan pikiran saya, tetapi semua sudah terlambat.
Bagi Anda yang masih memiliki Ibu, Ayah, Kakak, Adik dan orang-orang yang Anda kasihi, hargailah mereka, taruhlah rasa sayang dan hormat kepada mereka. Rawatlah mereka selagi masih diberi waktu dan kesempatan untuk merawat mereka. Bersyukurlah karena Anda masih memiliki Ibu, Ayah, Kakak, Adik atau mereka yang Anda kasihi, yang selalu menolong, menyediakan segala kebutuhan dan mendidik Anda sampai berhasil. Kehadiran mereka tidak bisa digantikan oleh siapapun atau dengan apapun juga.
0 komentar:
Post a Comment